Pewarta.TV, Ponorogo – Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama yang memerlukan penanganan segera. Temuan penyakit akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberkulosis di Ponorogo berjumlah 1.227 kasus dan 317 diantaranya merupakan kasus TBC pada anak.
Jumlah kasusnya dihitung hingga November 2024. TBC merupakan salah satu jenis penyakit yang mudah menular karena bakteri Mycobacterium tuberkulosis menyebar melalui udara, kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Ponorogo Dyah Ayu Puspitaningarti, Jumat (6/ 12/2024).
Dinas Kesehatan Ponorogo berupaya semaksimal mungkin menemukan kasus sebanyak-banyaknya, seiring dengan upaya pengobatan pasien TBC hingga sembuh untuk memutus rantai penularan. Target penanganannya adalah penurunan kasus sebesar 90 persen sehingga pada tahun 2030 hanya tersisa 10 persen penderita TBC. “Sesuai jargon TOSS TBC yang merupakan singkatan dari Temukan TBC Obati Sampai Sembuh,” jelas Dyah Ayu.
Pihaknya menerapkan metode penemuan kasus aktif (ACF) dan penemuan kasus pasif (PCF) untuk menemukan kasus TBC. Skrining pada kegiatan pos pelayanan terpadu (Posyandu) terhadap balita stunting atau balita yang berat badannya tetap atau bahkan cenderung menurun terbukti efektif dalam menemukan kasus baru TBC pada anak.
“Untuk penemuan kasus pasif, kami meminta tenaga medis melakukan skrining ketika menemukan pasien gejala TBC yang datang berobat ke Puskesmas, Rumah Sakit, atau Klinik,” jelas Kepala Dinas Kesehatan.
Untuk menegakkan diagnosis TBC, lanjut Dyah Ayu, tersangka perlu menjalani tes cepat molekuler (TCM) dengan mengambil sampel dahak. Di Ponorogo, pengobatan TCM dapat dilakukan di RSUD Dr. Harjono, Laboratorium Kesehatan Daerah, Puskesmas Jenangan, Puskesmas Pulung, Puskesmas Sawoo, Puskesmas Slahung, dan Puskesmas Kauman Baru
“Kami sudah membentuk jaringan skrining, untuk diagnosis dan pengobatan TBC hingga sembuh tanpa biaya apapun alias gratis,” kata Dyah Ayu.
Ia juga mengatakan bahwa Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera (Yabhysa), sebuah organisasi nirlaba, juga mendukung program pemberantasan TBC pada tahun 2030. Relawan dari Yabhysa aktif mendidik tersangka TBC untuk menjalani tes dahak dan pengawas menelan obat (PMO). “Relawan juga rutin melakukan monitoring dan evaluasi, melaporkan masukan, dan pengecekan data,” pungkas Dyah Ayu (red)